Akhir-akhir
ini sering banyak masalah yang disebabkan oleh sampah-sampah rumah tangga yang
semakin hari semakin menggunung. Sebagian masyarakat beranggapan bahwa masalah
sampah adalah tugas pemerintah, namun sebenarnya ini adalah tugas masyarakat
termasuk juga pemerintah. Salah satu sampah yang sulit terurai adalah plastik. Dalam
kehidupan sehari-hari plastik sangatlah berguna karena plastik lebih fleksibel
dari pada barang-barang lain yang tidak terbuat dari plastik. Beberapa orang
mungkin tidak tahu siapa penemu plastik yang sebenarnya, berikut adalah sejarah
pembuatan plastik, cara pembuatan plastik dan cara penanggulangan plastik
dilingkungan masyarakat.
A. Sejarah
Plastik
Leo Hendrik
Baekeland (1863-1944) :
Penemu Plastik Jenis Bakelit
Plastik ada yang bersifat lunak (seluloid). Plastik jenis ini ditemukan oleh John Wesley Hyatt. Bahannya merupakan campuran dari selulosa nitrat dan kamfor yang dilarutkan dalam alkohol, kemudian menghasilkan pastik yang dinamakan seluloid. Seluloid ini mudah terbakar. Karena sifatnya yang kurang tahan terhadap panas, dalam industri berbagai barang plastik ini digantikan oleh plastik jenis lain yang sering kita temui sekarang yaitu bakelit.
Plastik yang tahan panas ini ditemukan pertama kali oleh
Leo Hendrik Baekeland, seorang ahli kimia warga Amerika berkebangsaan Belgia.
Baekeland lahir di Ghent, Belgia, pada tanggal 14 November 1863. Bakelit, yang
penamaannya diambil dari nama Baekeland ini sebenarnya bukanlah temuan yang
pertamanya karena sebelumnya ia sudah menemukan kertas foto yang dinamakan
Velox.
Baekeland seorang pelajar yang cerdas. Ia suka ngulik,
mengutak-atik, mencoba-coba segala sesuatu. Selama sekolah ia selalu menjadi
juara kelas sehingga pada umur 16 tahun ia sudah tamat sekolah menengah atas
(SLTA). Karena kecerdasannya pula, ia mendapat beasiswa untuk melanjutkan
kuliah di Universitas Ghent. Selama tiga tahun ia kuliah dan pada umur 19 tahun
ia sudah menjadi sarjana. Pada tahun 1884 atau pada saat umur 21 tahun ia telah
mendapat gelar doktor dengan predikat maxima cum laude. Kemudian ia mengajar di
universitas tersebut sampai tahun 1889.
Baekeland memiliki hobi bepergian dan memotret. Ia sering
melakukan perjalanan ke luar negeri seperti ke Prancis dan Inggris. Pada tahun
1889, ia mendapat beasiswa untuk belajar di Amerika Serikat selama tiga tahun.
Beasiswa yang sebenarnya untuk tiga tahun tersebut malah diputuskannya untuk
menetap di Amerika Serikat sampai ia ganti kewarganegaraan.
Karena hobinya yang suka memotret, kemudian ia mendapat
pekerjaan di perusahaan fotografi. Pada saat itu, untuk mencetak gambar negatif
film pada kertas harus menggunakan sinar matahari. Baekeland berpikir akan
ketidakpraktisan hal itu. Terutama jika harus mencetak pada malam hari atau
saat cuaca sedang hujan dan sinar matahari tidak ada. Dalam waktu yang singkat
ia berhasil menciptakan kertas foto yang dinamakan Velox. Dengan kertas ini,
tanpa sinar matahari pun film dapat diproses dan sebagai pengganti sinar
matahari adalah dengan menggunakan lampu. Untuk mendukung penemuannya, pada
tahun 1893 ia mendirikan pabrik kertas foto yang diberi nama Nepera Chemical
Company (Perusahaan Kimia Nepera). Tetapi, perusahaan tersebut tidak berumur
panjang. Enam tahun kemudian ia menjual perusahaan tersebut seharga satu juta
dolar kepada Eastman, penemu kamera.
Tahun 1905, Baekeland mulai mengadakan penelitian. Dua
tahun kemudian ia "menyulap" sebuah bangunan yang tadinya berupa
gudang menjadi sebuah laboratorium yang terletak di Yonkers, New York. Biaya
pembangunannya menggunakan sebagian uang hasil penjualan perusahaan kimianya.
Di laboratorium inilah ia mulai meneliti bahan pembentuk bakelit.
Baekeland mereaksikan dua jenis bahan kimia yaitu formaldehid (H2CO) yaitu sejenis bahan pengawet dan fenol (C6H5OH) yaitu sejenis
bahan pembasmi kuman. Dengan hati-hati ia memanaskannya, mengontrol suhu
dan tekanannya. Hasilnya, terbentuklah suatu bahan baru yang dapat
dibengkokkan, dipilin, dan dibuat berbagai bentuk. Ia menamainya bakelite
(bakelit). Bakelit ini merupakan kopolimer yaitu polimer hasil reaksi
monomer-monomer yang lebih dari atu jenis. Polimer merupakan senyawa dengan
massa molekul besar yang terbentuk dari gabungan molekul-molekul sederhana
(monomer-monomer).
Tahun 1910 Baekeland mendirikan pabrik plastik sekaligus
menjadi direktur utamanya sampai tahun 1939. Bakelit atau plastik tahan panas
ini mulai diperkenalkan kepada masyarakat umum. Awalnya plastik digunakan untuk
membuat kotak radio, kancing, bola biliar, dan beberapa jenis barang lainnya.
Tetapi, berbeda dengan sekarang, di mana hampir semua barang yang kita temui
terbuat dari plastik. Baekeland meninggal dunia pada tanggal 23 Februari 1944
saat usia 81 tahun di Beacon, New York, AS.
B. Cara
membuat plastik
Plastik pertama kali ditemukan oleh Leo Hendrik Baekeland pada tahun 1905 disebuah gudang
yang terletak di Yonkers,
New York. Berbagai bahan-bahan kimia dicampurkan agar menghasilkan kwalitas plastic
yang bagus, tetapi sukar untuk diuraikan secara biologis. Berikut ini adalah
tata cara membuat plastic yang mudah terurai:
Plastik yang dapat terurai
Plastik yang digunakan saat ini
adalah plastik non-biodegradable (plastik yang tidak dapat terurai secara
biologis) yang terbuat dari minyak bumi yang keberadaannya semakin menipis dan
tidak dapat diperbaharui, akibatnya semakin banyak penggunaan plastik semakin meningkat
pula pencemaran lingkungan seperti penurunan kualitas air dan tanah menjadi
tidak subur karena plastik tidak dapat dihancurkan dengan cepat dan alami oleh
mikroba di dalam tanah.
Untuk mengurangi pencemaran
lingkungan tersebut, saat ini sedang dikembangkan plastik biodegradable, yakni
plastik yang dapat duraikan kembali oleh mikroorganisme secara alami menjadi
senyawa yang ramah lingkungan. Plastik biodegradable terbuat dari polimer
alami. Jenisnya antara lain polyhidroksialkanoat acid (PHA) dan poli-asam
amino yang berasal dari sel bakteri; polylactic acid (PLA) yang
merupakan modifikasi asam laktat hasil perubahan zat tepung/pati oleh
mikroorganisme; dan poliaspartat sintesis yang dapat terdegradasi. Bahan
dasar plastik berasal dari selulosa bakteri, kitin, kitosan, atau tepung yang
terkandung dalam tumbuhan, serta beberapa material plastik atau polimer lain
yang terdapat di sel tumbuhan dan hewan.
Di Indonesia, plastik
biodegradabel yang mudah dikembangkan adalah polylactic acid (PLA)
karena plastik ini berbahan dasar zat tepung/pati. Pati di dapatkan dari sumber
karbohidrat, di Indonesia banyak diperoleh sumber karbohidrat seperti singkong,
kentang, beras, dan tanaman lainnya penghasil karbohidrat sehingga pengembangan
plastik PLA berpotensi besar di Indonesia. Polylactic acid (PLA) berasal
dari proses esterifikasi asam laktat yang diperoleh dengan cara fermentasi oleh
bakteri dengan menggunakan substrat pati atau gula sederhana. PLA
memiliki sifat tahan panas, kuat, dan merupakan polimer yang elastis.
Dalam proses pembuatan Polylactic acid terdapat lima
langkah rangkaian proses utama, diantaranya :
(1) Ekstraksi pati;
(2) Hidrolisis pati menjadi glukosa, hidrolisis adalah
pemecahan kimiawi suatu molekul karena pengikatan air sehingga menghasilkan molekul-molekul
yang lebih kecil, hidrolisis ini dapat dilakukan dengan enzim maupun asam.;
(3) Fermentasi asam laktat, glukosa yang dihasilkan
pada tahap hidrolisis digunakan sebagai bahan fermentasi asam laktat yang
dilakukan oleh bakteri asam laktat (bakteri yang dapat menghasilkan asam laktat
melalui fermentasi terdiri atas empat genus, yaitu Lactobacillus,
Leuconostoc, Pediococcus, dan Sterptococcus).;
(4) Esterifikasi dan pembentukan polimer, asam laktat
yang terbentuk melalui fermentasi kemudian di esterifikasi. Kinetika reaksi
dari pembuatan PLA dapat ditingkatkan dengan penggunaan zink oksida dan
suhu tinggi (135 °C, 6 jam) dilanjutkan dengan pembukaan cincin Lactide dan
polymerisasi.;
(5) Pencetakan dan pembentukan, pembentukan dilakukan
sebagaimana halnya proses pencetakan plastik sintetik karena bio-plastik PLA
mempunyai juga sifat-sifat mekanis yang mirip dibandingkan plastik sintetik,
terutama dengan polystyren.
Plastik biodegradable berbahan
dasar tepung (PLA) dapat didegradasi bakteri pseudomonas dan bacillus
yang memutus rantai polimer menjadi monomer-monomernya. Senyawa-senyawa
hasil degradasi polimer selain menghasilkan karbon dioksida dan air, juga
menghasilkan senyawa organik lain yaitu asam organik dan aldehid yang
tidak berbahaya bagi lingkungan. Plastik berbahan dasar tepung aman bagi
lingkungan. Sebagai perbandingan, plastik tradisional membutuhkan waktu sekira
50 tahun agar dapat terdekomposisi alam, sementara plastik biodegradable dapat
terdekomposisi 10 hingga 20 kali lebih cepat.
Hasil degradasi plastik ini dapat
digunakan sebagai makanan hewan ternak atau sebagai pupuk kompos. Plastik biodegradable
yang terbakar tidak menghasilkan senyawa kimia berbahaya. Kualitas tanah akan
meningkat dengan adanya plastik biodegradable, karena hasil penguraian
mikroorganisme meningkatkan unsur hara dalam tanah.
C. Cara penanggulangan plastik (Recycle)
Akibat dari semakin bertambahnya tingkat konsumsi masyarakat
serta aktivitas lainnya maka bertambah pula buangan/limbah yang dihasilkan.
Limbah/buangan yang ditimbulkan dari aktivitas dan konsumsi masyarakat sering
disebut limbah domestik atau sampah. Limbah tersebut menjadi permasalahan
lingkungan karena kuantitas maupun tingkat bahayanya mengganggu kehidupan
makhluk hidup lainnya. Selain itu aktifitas industri yang kian meningkat tidak
terlepas dari isu lingkungan. Industri selain menghasilkan produk juga
menghasilkan limbah. Dan bila limbah industri ini dibuang langsung ke
lingkungan akan menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan.
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi
baik industri maupun domestik (rumah tangga, yang lebih dikenal sebagai sampah), yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak
dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis.Jenis limbah pada
dasarnya memiliki dua bentuk yang umum yaitu; padat dan cair, dengan tiga
prinsip pengolahan dasar teknologi pengolahan limbah;
Limbah dihasilkan pada umumnya akibat dari sebuah proses produksi
yang keluar dalam bentuk %scrapt atau bahan baku yang memang sudah bisa
terpakai. Dalam sebuah hukum ekologi menyatakan bahwa semua yang ada di dunia
ini tidak ada yang gratis. Artinya alam sendiri mengeluarkan limbah akan tetapi
limbah tersebut selalu dan akan dimanfaatkan oleh makhluk yang lain. Prinsip
ini dikenal dengan prinsip Ekosistem (ekologi sistem) dimana makhluk hidup yang
ada di dalam sebuah rantai pasok makanan akan menerima limbah sebagai bahan
baku yang baru.
1.
Limbah Plastik
Nama plastik mewakili ribuan bahan yang berbeda sifat fisis,
mekanis, dan kimia. Secara garis besar plastik dapat digolongkan menjadi dua
golongan besar, yakni plastik yang bersifat thermoplastic dan yang
bersifat thermoset. Thermoplastic dapat dibentuk kembali dengan mudah
dan diproses menjadi bentuk lain, sedangkan jenis thermoset bila telah
mengeras tidak dapat dilunakkan kembali. Plastik yang paling umum digunakan
dalam kehidupan sehari-hari adalah dalam bentuk thermoplastic.
Seiring dengan perkembangan teknologi, kebutuhan akan plastik
terus meningkat. Data BPS tahun 1999 menunjukkan bahwa volume perdagangan
plastik impor Indonesia, terutama polipropilena (PP) pada tahun 1995 sebesar
136.122,7 ton sedangkan pada tahun 1999 sebesar 182.523,6 ton, sehingga dalam
kurun waktu tersebut terjadi peningkatan sebesar 34,15%. Jumlah tersebut
diperkirakan akan terus meningkat pada tahun-tahun selanjutnya. Sebagai
konsekuensinya, peningkatan limbah plastikpun tidak terelakkan. Menurut Hartono
(1998) komposisi sampah atau limbah plastik yang dibuang oleh setiap rumah
tangga adalah 9,3% dari total sampah rumah tangga. Di Jabotabek rata-rata
setiap pabrik menghasilkan satu ton limbah plastik setiap minggunya. Jumlah
tersebut akan terus bertambah, disebabkan sifat-sifat yang dimiliki plastik,
antara lain tidak dapat membusuk, tidak terurai secara alami, tidak dapat
menyerap air, maupun tidak dapat berkarat, dan pada akhirnya akhirnya menjadi
masalah bagi lingkungan. (YBP, 1986).
Plastik juga merupakan bahan anorganik buatan yang tersusun
dari bahan-bahan kimia yang cukup berahaya bagi lingkungan. Limbah daripada
plastik ini sangatlah sulit untuk diuraikan secara alami. Untuk menguraikan
sampah plastik itu sendiri membutuhkan kurang lebih 80 tahun agar dapat
terdegradasi secara sempurna. Oleh karena itu penggunaan bahan plastik dapat
dikatakan tidak bersahabat ataupun konservatif bagi lingkungan apabila
digunakan tanpa menggunakan batasan tertentu. Sedangkan di dalam kehidupan
sehari-hari, khususnya kita yang berada di Indonesia,penggunaan bahan plastik
bisa kita temukan di hampir seluruh aktivitas hidup kita. Padahal apabila kita
sadar, kita mampu berbuat lebih untuk hal ini yaitu dengan menggunakan kembali
(reuse) kantung plastik yang disimpan di rumah. Dengan demikian secara tidak
langsung kita telah mengurangi limbah plastik yang dapat terbuang percuma
setelah digunakan (reduce). Atau bahkan lebih bagus lagi jika kita dapat
mendaur ulang plastik menjadi sesuatu yang lebih berguna (recycle). Bayangkan
saja jika kita berbelanja makanan di warung tiga kali sehari berarti dalam satu
bulan satu orang dapat menggunakan 90 kantung plastik yang seringkali dibuang
begitu saja. Jika setengah penduduk Indonesia melakukan hal itu maka akan
terkumpul 90×125 juta=11250 juta kantung plastik yang mencemari lingkungan.
Berbeda jika kondisi berjalan sebaliknya yaitu dengan penghematan kita dapat
menekan hingga nyaris 90% dari total sampah yang terbuang percuma. Namun
fenomena yang terjadi adalah penduduk Indonesia yang masih malu jika membawa
kantung plastik kemana-mana. Untuk informasi saja bahwa di supermarket negara
China, setiap pengunjung diwajibkan membawa kantung plastik sendiri dan apabila
tidak membawa maka akan dikenakan biaya tambahan atas plastik yang dikeluarkan
pihak supermarket.
2.
Pengelolaan Limbah Plastik Dengan Metode Recycle (Daur Ulang)
Pemanfaatan limbah plastik merupakan upaya menekan pembuangan
plastik seminimal mungkin dan dalam batas tertentu menghemat sumber daya dan
mengurangi ketergantungan bahan baku impor. Pemanfaatan limbah plastik dapat
dilakukan dengan pemakaian kembali (reuse) maupun daur ulang (recycle).
Di Indonesia, pemanfaatan limbah plastik dalam skala rumah tangga umumnya
adalah dengan pemakaian kembali dengan keperluan yang berbeda, misalnya tempat
cat yang terbuat dari plastik digunakan untuk pot atau ember. Sisi jelek
pemakaian kembali, terutama dalam bentuk kemasan adalah sering digunakan untuk
pemalsuan produk seperti yang seringkali terjadi di kota-kota besar (Syafitrie,
2001).
Pemanfaatan limbah plastik dengan cara daur ulang umumnya
dilakukan oleh industri. Secara umum terdapat empat persyaratan agar suatu
limbah plastik dapat diproses oleh suatu industri, antara lain limbah harus
dalam bentuk tertentu sesuai kebutuhan (biji, pellet, serbuk, pecahan), limbah
harus homogen, tidak terkontaminasi, serta diupayakan tidak teroksidasi. Untuk
mengatasi masalah tersebut, sebelum digunakan limbah plastik diproses melalui
tahapan sederhana, yaitu pemisahan, pemotongan, pencucian, dan penghilangan
zat-zat seperti besi dan sebagainya (Sasse et al.,1995).
Terdapat hal yang menguntungkan dalam pemanfaatan limbah
plastik di Indonesia dibandingkan negara maju. Hal ini dimungkinkan karena
pemisahan secara manual yang dianggap tidak mungkin dilakukan di negara maju,
dapat dilakukan di Indonesia yang mempunyai tenaga kerja melimpah sehingga
pemisahan tidak perlu dilakukan dengan peralatan canggih yang memerlukan biaya
tinggi. Kondisi ini memungkinkan berkembangnya industri daur ulang plastik di
Indonesia (Syafitrie, 2001).
Pemanfaatan plastik daur ulang dalam pembuatan kembali
barang-barang plastik telah berkembang pesat. Hampir seluruh jenis limbah
plastik (80%) dapat diproses kembali menjadi barang semula walaupun harus
dilakukan pencampuran dengan bahan baku baru dan additive untuk meningkatkan
kualitas (Syafitrie, 2001). Menurut Hartono (1998) empat jenis limbah plastik
yang populer dan laku di pasaran yaitu polietilena (PE), High Density
Polyethylene (HDPE), polipropilena (PP), dan asoi.
3.
Plastik Daur Ulang Sebagai Matriks
Di Indonesia, plastik daur ulang sebagian besar dimanfaatkan
kembali sebagai produk semula dengan kualitas yang lebih rendah. Pemanfaatan
plastik daur ulang sebagai bahan konstruksi masih sangat jarang ditemui. Pada
tahun 1980 an, di Inggris dan Italia plastik daur ulang telah digunakan untuk
membuat tiang telepon sebagai pengganti tiang-tiang kayu atau besi. Di Swedia
plastik daur ulang dimanfaatkan sebagai bata plastik untuk pembuatan bangunan
bertingkat, karena ringan serta lebih kuat dibandingkan bata yang umum dipakai
(YBP, 1986).
Pemanfaatan plastik daur ulang dalam bidang komposit kayu di
Indonesia masih terbatas pada tahap penelitian. Ada dua strategi dalam
pembuatan komposit kayu dengan memanfaatkan plastik, pertama plastik dijadikan
sebagai binder sedangkan kayu sebagai komponen utama; kedua kayu dijadikan
bahan pengisi/filler dan plastik sebagai matriksnya. Penelitian mengenai
pemanfaatan plastik polipropilena daur ulang sebagai substitusi perekat
termoset dalam pembuatan papan partikel telah dilakukan oleh Febrianto dkk
(2001). Produk papan partikel yang dihasilkan memiliki stabilitas dimensi dan
kekuatan mekanis yang tinggi dibandingkan dengan papan partikel konvensional.
Penelitian plastik daur ulang sebagai matriks komposit kayu plastik dilakukan
Setyawati (2003) dan Sulaeman (2003) dengan menggunakan plastik polipropilena
daur ulang. Dalam pembuatan komposit kayu plastik daur ulang, beberapa polimer
termoplastik dapat digunakan sebagai matriks, tetapi dibatasi oleh rendahnya
temperatur permulaan dan pemanasan dekomposisi kayu (lebih kurang 200°C).
Terimah kasih
sudah membaca artikel saya, semoga artikel tersebut bisa menambah wawasan anda
tentang bahayanya membuang sampah dilingkungan sungai.







